Senin, 21 Desember 2015

Kebudayaan, Peradaban, dan Sistem Nilai Budaya

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber- sumber alam yang ada disekitarnya. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi ini, kebudayaan dilhat sebagai “mekanisme kontrol” bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia (Geertz, 1973a), atau sebagai “pola-pola bagi kelakuan manusia” (Keesing & Keesing, 1971). Dengan demikian kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi, yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya (Spradley, 1972).
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai moral, yang sumber dari nilai-nilai moral tersebut adalah pada pandangan hidup dan pada etos atau sistem etika yang dipunyai oleh setiap manusia (Geertz, 1973b).
Kebudayaan yang telah menjadi sistem pengetahuannya, secara terus menerus dan setiap saat bila ada rangsangan, digunakan untuk dapat memahami dan menginterpretasi berbagai gejala, peristiwa, dan benda-benda yang ada dalam lingkungannya sehingga kebudayaan yang dipunyainya itu juga dipunyai oleh para warga masyarakat di mana dia hidup. Karena, dalam kehidupan sosialnya dan dalam kehidupan sosial warga masyarakat tersebut, selalu mewujudkan berbagai kelakuan dan hasil kelakuan yang harus saling mereka pahami agar keteraturan sosial dan kelangsungan hidup mereka sebagai makhluk sosial dapat tetap mereka pertahankan.
Dalam disiplin ilmu Antropologi Budaya, budaya dan kebudayaan mempunyai arti yang sama, tidak diadakan pembedaan. Menurut pandangan Munandar Sulaiman, kebudayaan dalam kaitannya dengan Ilmu Budaya Dasar adalah penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insan, tercakup di dalamnya usaha memanusiakan diri di dalam alam lingkungan, baik fisik maupun sosial. Nilai-nilai ditetapkan atau dikembangkan sehingga sempurna. Tidak memisah-misahkan dalam kebudayaan alam, memanusiakan hidup, dan menyempurnakan hubungan insan. Manusia memanusiakan dirinya dan memanusiakan lingkungan dirinya.
Menurut pandangan Prof. Sutan Takdir Alisyahbana, apabila perwujudan budaya penekanannya pada akal (mind), akan timbul tingkat peradaban yang beda. Dalam bahasa Inggris, mind selalu dihubungkan dengan civilation bukan culture. Dengan menekankan pada mind akan timbul pertanyaan bahwa ada peradaban tinggi dan ada peradaban rendah, karena diukur dengan tingkat berpikir manusia. Manusia yang mampu berpikir tinggi dikatakan peradaban tinggi, bukan berkebudayaan tinggi. Kemampuan berpikir tinggi leboh dulu timbul di kalangan orang barat. Oleh karena itu dikatakan bahwa orang barat mempunyai peradaban tinggi, bukan kebudayaan tinggi. Selanjutnya menurut beliau, apabila perwujudan budaya penekanannya pada ketiga unsur, yakni akal, nurani, dan kehendak sebagai satu kesatuan yang utuh, akan timbul tingkat kebudayaan yang berbeda, sehingga timbul pertanyaan bahwa ada kebudayaan tinggi dan ada kebudayaan rendah karena diukur dengan manfaatnya bagi manusia.
Apabila kebudayaan dihubungkan dengan peradaban, akan timbul pertanyaan bahwa walaupun peradaban manusia rendah, belum tentu kebudayaannya rendah. Misalnya, beberapa abad yang lalu, manusia Indonesia mampu mendirikan candi Borobudur tanpa bantuan alat-alat besar yang menggunakan teknologi tinggi. Ini membuktikan bahwa manusia Indonesia sudah berkebudayaan tinggi walaupun tingkat peradaban (tingkat berpikir) masih rendah. Sebaliknya pula, orang barat yang memiliki peradaban tinggi dengan teknologi canggih, belum tentu berkebudayaan tinggi jika dengan peradaban tinggi dan teknologi canggih akan membinasakan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik beberapa pokok permasalahan, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan konsep kebudayaan?
2. Apa saja yang terkandung dalam nilai-nilai insani (manusiawi)?
3. Apakah yang dimaksud dengan konsep peradaban?
4. Apakah perbedaan kebudayaan dengan peradaban?
5. Apa saja nilai manfaat dari kebudayaan dan peradaban?
6. Apakah yang dimaksud dengan konsep nilai dan sistem nilai budaya?
7. Bagaimana proses pengembangan sistem nilai budaya?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini, yaitu:
1. Konsep kebudayaan
2. Nilai-nilai insane (manusiawi)
3. Konsep peradaban
4. Perbedaan kebudayaan dengan peradaban
5. Nilai manfaat
6. Konsep nilai dan system nilai budaya
7. Pengembangan sistem nilai budaya
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun maanfaat penulisan makalah ini, yaitu :
a. Bagi pembaca
Memberikan pengetahuan umum dan menambah wawasan bagi para pembaca.
b. Bagi penulis
Guna memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan dan mendapatkan informasi terkait kebudayaan, peradaban, dan sistem nilai budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebudayaan
2.1.1 Konsep Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata “budaya”. Budaya diserap dari bahasa Sanskerta “buddhayah” yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal.
Menurut pandangan Koentjaraningrat, kebudayaan itu memiliki 3 (tiga) wujud, yaitu:
1. Keseluruhan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya yang berfungsi mengatur, mengendalikan dan memberi arah pada perbuatan manusia dalam masyarakat, yang disebut “adat tata kelakuan”.
2. Keseluruhan aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, yang disebut “sistem sosial”. Sistem sosial terdiri dari rangkaian aktivitas manusia dalam masyarakat yang selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, misalnya gotong royong dan kerja sama.
3. Benda-benda hasil karya manusia yang disebut “kebudayaan fisik”, misalnya pabrik baja, candi Borobudur, pesawat udara, computer dan kain batik.
Menurut Munandar Sulaiman (1992), kebudayaan dalam kaitannya dengan Ilmu Budaya Dasar adalah penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insan, tercakup didalamnya usaha memanusiakan diri di dalam alam lingkungan, baik fisik maupun sosial.
Apabila dihubungkan dengan wujud kebudayaan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat, nilai-nilai insan (nilai etika) memiliki wujud terdapat pada nilai estetika, disebut nilai-nilai etika karena menyangkut kelakuan dan perbuatan yang tidak sesuai dengan merendahkan martabat manusia, yang timbul adalah “masalah kemanusiaan”. Disebut nilai estetika karena menyangkut hasil karya manusia yang berguna dan menyenangkan serta mensejahterakan manusia. Apabila hasil karya manusia tidak berguna bahkan membunuh atau menghancurkan manusia, yang timbul adalah masalah budaya.
2.1.2 Nilai-nilai Insani (manusiawi)
Kebudayaan dalam kaitannya dengan Ilmu Sosial Budaya Dasar adalah penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani, tercakup didalamnya usaha memanusiakan diri didalam alam lingkungan, baik fisik maupun sosial. Nilai-nilai ditetapkan atau dikembangkan sehingga sempurna. Tidak memisahkan dalam membudayaan alam, memanusiakan hidup, dan menyempurnakan hubungan insani. Manusia memanusiakan dirinya dan memanusiakan lingkungan dirinya.
Apabila dihubungkan dengan wujud kebudayaan yang dikemukakan oleh Kontjoroningrat, nilai-nilai insane (nilai etika) meliputi wujud kebudayaan yang terdapat pada butir (a) dan (b), sedangkan nilai estetika terdapat pada butir (c). Disebut nilai-nilai etika karena menyangkut kelakuan dan perbuatan manusia yang sesuai dengan dan menghargai martabat manusia. Apabila kelakuan dan perbuatan tidak sesuai dengan atau merendahkan martabat manusia, yang timbul adalah “masalah kemanusiaan.” Sebagaicontoh adalah pemerkosaan manusia; kawin paksa; penyiksaan pembantu rumah tangga; memperkerjakan buruh tanpa upah; atau upah tidak layak; penghukuman seseorang tanpa kesalahan; mampu bekerja tapi mengemis.
Butir (c) disebut nilai estetika karena menyangkut hasil karena manusia, yang berguna dan menyenangkan serta menyejahterahkan manusia. Sebagai contoh adalah nuklir untuk pembangkit tenaga listrik dan bahan kimia untuk membasmi penyakit. Apabila hasil karya manusia tidak berguna bahkan membunuh atau menghancurkan manusia, yang timbul adalah “masalah budaya.” Sebagai contoh adalah nuklir untuk membuat bom, menghancurkan manusia, bahan kimia untuk membuat senjata pembasmi manusia secara masal, atau gergaji mesin untuk membabat hutan lindung yang merusak lingkungan hidup.
2.2 Peradaban
2.2.1 Konsep Peradaban
Pada dasarnya semua manusia sebagai makhluk budaya, di muka bumi ini memiliki kesamaan dalam hal akal, nurani dan kehendak di dalam dirinya. Hal yang membedakannya adalah perwujudan budaya karena lingkungan yang berbeda menurut keadaan, waktu dan tempat.
Perwujudan dari budaya dilaksanakan dengan menekankan akal (ratio) semata-mata, dengan mengabaikan nurani yang berlainan dengan perwujudan budaya yang didasarkan pada akal, nurani, dan kehendak sebagai kesatuan yang utuh. Akibatnya timbullah pernyataan tentang “peradaban” (civilization) dan kebudayaan (culture).
Menurut pandangan Prof. Sutan Takdir Alisyahbana (1981), apabila perwujudan budaya penekanannya pada akal, maka akan timbul peradaban yang berbeda. Selain itu, akan timbul pernyataan bahwa ada peradaban tinggi dan ada peradaban rendah karena diukur dengan tingkat berpikir manusia. Sehingga, manusia yang mampu berpikir tinggi, dapat dikatakan mempunyai peradaban yang tinggi, tetapi bukan berkebudayaan tinggi. Contohnya orang Barat memiliki peradaban tinggi, karena kemampuan berpikirnya yang tinggi sedangkan kebudayaannya tidak tinggi.
Selanjutnya menurut beliau, apabila perwujudan budaya penekanannya pada ketiga unsure (akal, nurani dan kehendak) sebagai satu kesatuan yang utuh, akan timbul tingkat kebudayaan yang berbeda, sehingga timbul pula pernyataan bahwa ada kebudayaan yang tinggi dan ada kebudayaan rendah karena diukur dengan manfaatnya bagi manusia.
2.2.2 Perbedaan Kebudayaan dan Peradaban
Koentjoroningrat (1082,hal 9-10) membedakan antara kebudayaan dan peradaban. Kebudayaan adalah segala daya dan usaha manusia untuk mengubah alam atau keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan hasil budi dan kerjanya itu. Sedangkan peradaban menurutnya dapat disejajarkan dengan istilah inggris yaitu civilation, yang dipakai untuk bagian-bagian dan unsure kebudayaan yang halus dan indah.
Menurut Koentjaraningrat, peradaban menekankan kepada 2 unsur, antara lain :
1. Unsur akal (tingkat berpikir), unsure ini lebih banyak diterapkan pada dunia Barat. Sehingga dikalangan orang barat, kemajuan dalam bidang IPTEK lebih dahulu dibandingkan dengan nurani.
2. Unsur nurani (perasaan/estetis), di dunia Timur unsure ini lebih banyak diterapkan karena lebih mengutamakan hati nurani (perasaan) dibanding dengan akal (ratio).
Menurut pandangan Prof. Sutan Takdir Alisyahbana (1981), apabila perwujudan budaya penekanannya pada akal, maka akan timbul peradaban yang berbeda. Selain itu, akan timbul pernyataan bahwa ada peradaban tinggi dan ada peradaban rendah karena diukur dengan tingkat berpikir manusia. Sehingga, manusia yang mampu berpikir tinggi, dapat dikatakan mempunyai peradaban yang tinggi, tetapi bukan berkebudayaan tinggi. Contohnya ; orang Barat memiliki peradaban tinggi, karena kemampuan berpikirnya yang tinggi sedangkan kebudayaannya tidak tinggi.
Selanjutnya menurut beliau, apabila perwujudan budaya penekanannya pada ketiga unsure (akal, nurani dan kehendak) sebagai satu kesatuan yang utuh, akan timbul tingkat kebudayaan yang berbeda, sehingga timbul pula pernyataan bahwa ada kebudayaan yang tinggi dan ada kebudayaan rendah karena diukur dengan manfaatnya bagi manusia.
Sedangkan menurut Rohiman Notowidagdo (1996), dengan adanya perbedaan peradaban tersebut, sehingga seringkali terjadi disharmoni antara pikiran Barat dan Timur. Hal ini disebabkan karena pikiran Barat tentang Timur yang penuh dengan bayangan negative stereotip dan prasangka, akibatnya alam pikir Barat dan Timur tidak akan pernah bertemu. Sebaliknya menurut Timur, Barat digambarkan sebagai materialisme, kapitalisme, rasionalisme, dinamisme, saintisme, positivisme, dan sekularisme. Dan masih banyak lagi perbedaan yang timbul dari implementasi peradaban ini menurut beliau. Perbedaan- perbedaan tersebut menimbulkan pandangan hidup yang berbeda antara Barat dan Timur, dan sulit untuk menemukan jalan keluarnya karena memang didasari oleh peradaban yang berbeda pula.
2.2.3 Nilai manfaat
Apabila kebudayaan dipandang dari sisi manfaatnya bagi umat manusia (national utility), jelaslah tidak akan sama manfaat antara kebudayaan bangsa yang satu dengan kebudayaan bangsa yang lain. Manusia adalah makhluk yang sama antara satu dengan yang lain, tetapi dari sisi penerapan kebudayaannya adalah berbeda.
Dari segi penerapan kebudayaan yang berbeda antara satu dengan yang lain tersebut, akan melahirkan suatu penilaian/pertimbangan. Menilai artinya memberikan pertimbangan untuk menentukan sesuatu yang berguna ataupun tidak, baik ataupun buruk, benar ataupun salah. Hasil dari penilaian disebut nilai (value).
2.3 Sistem Nilai Budaya
2.3.1 Konsep Nilai dan Sistem Nilai Budaya
Menilai berarti memberi pertimbangan untuk menentukan apakah itu bermanfaat atau tidak, baik atau buruk, salah atau benar. Menurut Perry nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjek. Sedangkan Popper nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik dan yang buruk. Sedangkan menurut Alvin L Bertrand nilai adalah perasaan tentang apa yang diinginkan ataupun yang tidak diinginkan, atau tentang apa yang boleh dan tidak boleh. Konsep-konsep tentang nilai yang hidup dalam pikiran sebagian masyarakat akan membentuk system nilai nudaya.
2.3.2 Pengembangan Sistem Nilai Budaya
Terdapat tiga masalah pokok yang terdapat didalam system nilai budaya, Kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, Hubungan manusia dengan alam, Hubungan manusia dengan sesamanya.
Sistem nilai budaya yang berorientasi pada tiga masalah pokok ini dapat dikembangkan dan dijabarkan menjadi beberapa pokok bahasan Ilmu Sosial Budaya Dasar, seperti manusia dan kebutuhan, kebutuhan dan peradaban, system nilai budaya, perubahan system nilai budaya, manusia dan pandangan hidup, manusia dan tanggung jawab, dan nilai-nilai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai moral, yang sumber dari nilai-nilai moral tersebut adalah pada pandangan hidup dan pada etos atau sistem etika yang dipunyai oleh setiap manusia. Kebudayaan dalam kaitannya dengan Ilmu Sosial Budaya Dasar adalah penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani, tercakup didalamnya usaha memanusiakan diri didalam alam lingkungan, baik fisik maupun sosial.
Peradaban sering dipakai untuk menyebut kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, dll. Peradaban hanya menekankan pada unsur nurani di dalam budaya timur, mengapa perbedaan ini terjadi, hal itu dikarenakan sudut pandang antara orang Timur dan orang Barat yang sama sekali berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar