BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan
hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan
dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber- sumber
alam yang ada disekitarnya. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai
perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi
dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan. Kebudayaan
adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan
pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan dan
mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi ini, kebudayaan dilhat
sebagai “mekanisme kontrol” bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia
(Geertz, 1973a), atau sebagai “pola-pola bagi kelakuan manusia” (Keesing
& Keesing, 1971). Dengan demikian kebudayaan merupakan serangkaian
aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan
strategi-strategi, yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif
yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang memilikinya sesuai
dengan lingkungan yang dihadapinya (Spradley, 1972).
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya
oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti
perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi
sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga
atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal ini
bisa terjadi karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai moral,
yang sumber dari nilai-nilai moral tersebut adalah pada pandangan hidup
dan pada etos atau sistem etika yang dipunyai oleh setiap manusia
(Geertz, 1973b).
Kebudayaan yang telah menjadi sistem pengetahuannya, secara terus
menerus dan setiap saat bila ada rangsangan, digunakan untuk dapat
memahami dan menginterpretasi berbagai gejala, peristiwa, dan
benda-benda yang ada dalam lingkungannya sehingga kebudayaan yang
dipunyainya itu juga dipunyai oleh para warga masyarakat di mana dia
hidup. Karena, dalam kehidupan sosialnya dan dalam kehidupan sosial
warga masyarakat tersebut, selalu mewujudkan berbagai kelakuan dan hasil
kelakuan yang harus saling mereka pahami agar keteraturan sosial dan
kelangsungan hidup mereka sebagai makhluk sosial dapat tetap mereka
pertahankan.
Dalam disiplin ilmu Antropologi Budaya, budaya dan kebudayaan mempunyai
arti yang sama, tidak diadakan pembedaan. Menurut pandangan Munandar
Sulaiman, kebudayaan dalam kaitannya dengan Ilmu Budaya Dasar adalah
penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insan, tercakup di
dalamnya usaha memanusiakan diri di dalam alam lingkungan, baik fisik
maupun sosial. Nilai-nilai ditetapkan atau dikembangkan sehingga
sempurna. Tidak memisah-misahkan dalam kebudayaan alam, memanusiakan
hidup, dan menyempurnakan hubungan insan. Manusia memanusiakan dirinya
dan memanusiakan lingkungan dirinya.
Menurut pandangan Prof. Sutan Takdir Alisyahbana, apabila perwujudan
budaya penekanannya pada akal (mind), akan timbul tingkat peradaban yang
beda. Dalam bahasa Inggris, mind selalu dihubungkan dengan civilation
bukan culture. Dengan menekankan pada mind akan timbul pertanyaan bahwa
ada peradaban tinggi dan ada peradaban rendah, karena diukur dengan
tingkat berpikir manusia. Manusia yang mampu berpikir tinggi dikatakan
peradaban tinggi, bukan berkebudayaan tinggi. Kemampuan berpikir tinggi
leboh dulu timbul di kalangan orang barat. Oleh karena itu dikatakan
bahwa orang barat mempunyai peradaban tinggi, bukan kebudayaan tinggi.
Selanjutnya menurut beliau, apabila perwujudan budaya penekanannya pada
ketiga unsur, yakni akal, nurani, dan kehendak sebagai satu kesatuan
yang utuh, akan timbul tingkat kebudayaan yang berbeda, sehingga timbul
pertanyaan bahwa ada kebudayaan tinggi dan ada kebudayaan rendah karena
diukur dengan manfaatnya bagi manusia.
Apabila kebudayaan dihubungkan dengan peradaban, akan timbul pertanyaan
bahwa walaupun peradaban manusia rendah, belum tentu kebudayaannya
rendah. Misalnya, beberapa abad yang lalu, manusia Indonesia mampu
mendirikan candi Borobudur tanpa bantuan alat-alat besar yang
menggunakan teknologi tinggi. Ini membuktikan bahwa manusia Indonesia
sudah berkebudayaan tinggi walaupun tingkat peradaban (tingkat berpikir)
masih rendah. Sebaliknya pula, orang barat yang memiliki peradaban
tinggi dengan teknologi canggih, belum tentu berkebudayaan tinggi jika
dengan peradaban tinggi dan teknologi canggih akan membinasakan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik beberapa pokok permasalahan, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan konsep kebudayaan?
2. Apa saja yang terkandung dalam nilai-nilai insani (manusiawi)?
3. Apakah yang dimaksud dengan konsep peradaban?
4. Apakah perbedaan kebudayaan dengan peradaban?
5. Apa saja nilai manfaat dari kebudayaan dan peradaban?
6. Apakah yang dimaksud dengan konsep nilai dan sistem nilai budaya?
7. Bagaimana proses pengembangan sistem nilai budaya?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini, yaitu:
1. Konsep kebudayaan
2. Nilai-nilai insane (manusiawi)
3. Konsep peradaban
4. Perbedaan kebudayaan dengan peradaban
5. Nilai manfaat
6. Konsep nilai dan system nilai budaya
7. Pengembangan sistem nilai budaya
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun maanfaat penulisan makalah ini, yaitu :
a. Bagi pembaca
Memberikan pengetahuan umum dan menambah wawasan bagi para pembaca.
b. Bagi penulis
Guna memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan dan mendapatkan informasi terkait kebudayaan, peradaban, dan sistem nilai budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebudayaan
2.1.1 Konsep Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata “budaya”. Budaya diserap dari bahasa
Sanskerta “buddhayah” yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti
budi atau akal.
Menurut pandangan Koentjaraningrat, kebudayaan itu memiliki 3 (tiga) wujud, yaitu:
1. Keseluruhan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya yang
berfungsi mengatur, mengendalikan dan memberi arah pada perbuatan
manusia dalam masyarakat, yang disebut “adat tata kelakuan”.
2. Keseluruhan aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat,
yang disebut “sistem sosial”. Sistem sosial terdiri dari rangkaian
aktivitas manusia dalam masyarakat yang selalu mengikuti pola-pola
tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, misalnya gotong royong dan
kerja sama.
3. Benda-benda hasil karya manusia yang disebut “kebudayaan fisik”,
misalnya pabrik baja, candi Borobudur, pesawat udara, computer dan kain
batik.
Menurut Munandar Sulaiman (1992), kebudayaan dalam kaitannya dengan Ilmu
Budaya Dasar adalah penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai
insan, tercakup didalamnya usaha memanusiakan diri di dalam alam
lingkungan, baik fisik maupun sosial.
Apabila dihubungkan dengan wujud kebudayaan yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat, nilai-nilai insan (nilai etika) memiliki wujud
terdapat pada nilai estetika, disebut nilai-nilai etika karena
menyangkut kelakuan dan perbuatan yang tidak sesuai dengan merendahkan
martabat manusia, yang timbul adalah “masalah kemanusiaan”. Disebut
nilai estetika karena menyangkut hasil karya manusia yang berguna dan
menyenangkan serta mensejahterakan manusia. Apabila hasil karya manusia
tidak berguna bahkan membunuh atau menghancurkan manusia, yang timbul
adalah masalah budaya.
2.1.2 Nilai-nilai Insani (manusiawi)
Kebudayaan dalam kaitannya dengan Ilmu Sosial Budaya Dasar adalah
penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani, tercakup
didalamnya usaha memanusiakan diri didalam alam lingkungan, baik fisik
maupun sosial. Nilai-nilai ditetapkan atau dikembangkan sehingga
sempurna. Tidak memisahkan dalam membudayaan alam, memanusiakan hidup,
dan menyempurnakan hubungan insani. Manusia memanusiakan dirinya dan
memanusiakan lingkungan dirinya.
Apabila dihubungkan dengan wujud kebudayaan yang dikemukakan oleh
Kontjoroningrat, nilai-nilai insane (nilai etika) meliputi wujud
kebudayaan yang terdapat pada butir (a) dan (b), sedangkan nilai
estetika terdapat pada butir (c). Disebut nilai-nilai etika karena
menyangkut kelakuan dan perbuatan manusia yang sesuai dengan dan
menghargai martabat manusia. Apabila kelakuan dan perbuatan tidak sesuai
dengan atau merendahkan martabat manusia, yang timbul adalah “masalah
kemanusiaan.” Sebagaicontoh adalah pemerkosaan manusia; kawin paksa;
penyiksaan pembantu rumah tangga; memperkerjakan buruh tanpa upah; atau
upah tidak layak; penghukuman seseorang tanpa kesalahan; mampu bekerja
tapi mengemis.
Butir (c) disebut nilai estetika karena menyangkut hasil karena manusia,
yang berguna dan menyenangkan serta menyejahterahkan manusia. Sebagai
contoh adalah nuklir untuk pembangkit tenaga listrik dan bahan kimia
untuk membasmi penyakit. Apabila hasil karya manusia tidak berguna
bahkan membunuh atau menghancurkan manusia, yang timbul adalah “masalah
budaya.” Sebagai contoh adalah nuklir untuk membuat bom, menghancurkan
manusia, bahan kimia untuk membuat senjata pembasmi manusia secara
masal, atau gergaji mesin untuk membabat hutan lindung yang merusak
lingkungan hidup.
2.2 Peradaban
2.2.1 Konsep Peradaban
Pada dasarnya semua manusia sebagai makhluk budaya, di muka bumi ini
memiliki kesamaan dalam hal akal, nurani dan kehendak di dalam dirinya.
Hal yang membedakannya adalah perwujudan budaya karena lingkungan yang
berbeda menurut keadaan, waktu dan tempat.
Perwujudan dari budaya dilaksanakan dengan menekankan akal (ratio)
semata-mata, dengan mengabaikan nurani yang berlainan dengan perwujudan
budaya yang didasarkan pada akal, nurani, dan kehendak sebagai kesatuan
yang utuh. Akibatnya timbullah pernyataan tentang “peradaban”
(civilization) dan kebudayaan (culture).
Menurut pandangan Prof. Sutan Takdir Alisyahbana (1981), apabila
perwujudan budaya penekanannya pada akal, maka akan timbul peradaban
yang berbeda. Selain itu, akan timbul pernyataan bahwa ada peradaban
tinggi dan ada peradaban rendah karena diukur dengan tingkat berpikir
manusia. Sehingga, manusia yang mampu berpikir tinggi, dapat dikatakan
mempunyai peradaban yang tinggi, tetapi bukan berkebudayaan tinggi.
Contohnya orang Barat memiliki peradaban tinggi, karena kemampuan
berpikirnya yang tinggi sedangkan kebudayaannya tidak tinggi.
Selanjutnya menurut beliau, apabila perwujudan budaya penekanannya pada
ketiga unsure (akal, nurani dan kehendak) sebagai satu kesatuan yang
utuh, akan timbul tingkat kebudayaan yang berbeda, sehingga timbul pula
pernyataan bahwa ada kebudayaan yang tinggi dan ada kebudayaan rendah
karena diukur dengan manfaatnya bagi manusia.
2.2.2 Perbedaan Kebudayaan dan Peradaban
Koentjoroningrat (1082,hal 9-10) membedakan antara kebudayaan dan
peradaban. Kebudayaan adalah segala daya dan usaha manusia untuk
mengubah alam atau keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus
dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan hasil budi dan kerjanya
itu. Sedangkan peradaban menurutnya dapat disejajarkan dengan istilah
inggris yaitu civilation, yang dipakai untuk bagian-bagian dan unsure
kebudayaan yang halus dan indah.
Menurut Koentjaraningrat, peradaban menekankan kepada 2 unsur, antara lain :
1. Unsur akal (tingkat berpikir), unsure ini lebih banyak diterapkan
pada dunia Barat. Sehingga dikalangan orang barat, kemajuan dalam
bidang IPTEK lebih dahulu dibandingkan dengan nurani.
2. Unsur nurani (perasaan/estetis), di dunia Timur unsure ini lebih
banyak diterapkan karena lebih mengutamakan hati nurani (perasaan)
dibanding dengan akal (ratio).
Menurut pandangan Prof. Sutan Takdir Alisyahbana (1981), apabila
perwujudan budaya penekanannya pada akal, maka akan timbul peradaban
yang berbeda. Selain itu, akan timbul pernyataan bahwa ada peradaban
tinggi dan ada peradaban rendah karena diukur dengan tingkat berpikir
manusia. Sehingga, manusia yang mampu berpikir tinggi, dapat dikatakan
mempunyai peradaban yang tinggi, tetapi bukan berkebudayaan tinggi.
Contohnya ; orang Barat memiliki peradaban tinggi, karena kemampuan
berpikirnya yang tinggi sedangkan kebudayaannya tidak tinggi.
Selanjutnya menurut beliau, apabila perwujudan budaya
penekanannya pada ketiga unsure (akal, nurani dan kehendak) sebagai
satu kesatuan yang utuh, akan timbul tingkat kebudayaan yang berbeda,
sehingga timbul pula pernyataan bahwa ada kebudayaan yang tinggi dan ada
kebudayaan rendah karena diukur dengan manfaatnya bagi manusia.
Sedangkan menurut Rohiman Notowidagdo (1996), dengan adanya
perbedaan peradaban tersebut, sehingga seringkali terjadi disharmoni
antara pikiran Barat dan Timur. Hal ini disebabkan karena pikiran Barat
tentang Timur yang penuh dengan bayangan negative stereotip dan
prasangka, akibatnya alam pikir Barat dan Timur tidak akan pernah
bertemu. Sebaliknya menurut Timur, Barat digambarkan sebagai
materialisme, kapitalisme, rasionalisme, dinamisme, saintisme,
positivisme, dan sekularisme. Dan masih banyak lagi perbedaan yang
timbul dari implementasi peradaban ini menurut beliau. Perbedaan-
perbedaan tersebut menimbulkan pandangan hidup yang berbeda antara Barat
dan Timur, dan sulit untuk menemukan jalan keluarnya karena memang
didasari oleh peradaban yang berbeda pula.
2.2.3 Nilai manfaat
Apabila kebudayaan dipandang dari sisi manfaatnya bagi umat
manusia (national utility), jelaslah tidak akan sama manfaat antara
kebudayaan bangsa yang satu dengan kebudayaan bangsa yang lain. Manusia
adalah makhluk yang sama antara satu dengan yang lain, tetapi dari sisi
penerapan kebudayaannya adalah berbeda.
Dari segi penerapan kebudayaan yang berbeda antara satu dengan
yang lain tersebut, akan melahirkan suatu penilaian/pertimbangan.
Menilai artinya memberikan pertimbangan untuk menentukan sesuatu yang
berguna ataupun tidak, baik ataupun buruk, benar ataupun salah. Hasil
dari penilaian disebut nilai (value).
2.3 Sistem Nilai Budaya
2.3.1 Konsep Nilai dan Sistem Nilai Budaya
Menilai berarti memberi pertimbangan untuk menentukan apakah itu
bermanfaat atau tidak, baik atau buruk, salah atau benar. Menurut Perry
nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjek.
Sedangkan Popper nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik dan yang
buruk. Sedangkan menurut Alvin L Bertrand nilai adalah perasaan tentang
apa yang diinginkan ataupun yang tidak diinginkan, atau tentang apa yang
boleh dan tidak boleh. Konsep-konsep tentang nilai yang hidup dalam
pikiran sebagian masyarakat akan membentuk system nilai nudaya.
2.3.2 Pengembangan Sistem Nilai Budaya
Terdapat tiga masalah pokok yang terdapat didalam system nilai budaya,
Kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, Hubungan manusia dengan alam,
Hubungan manusia dengan sesamanya.
Sistem nilai budaya yang berorientasi pada tiga masalah pokok ini dapat
dikembangkan dan dijabarkan menjadi beberapa pokok bahasan Ilmu Sosial
Budaya Dasar, seperti manusia dan kebutuhan, kebutuhan dan peradaban,
system nilai budaya, perubahan system nilai budaya, manusia dan
pandangan hidup, manusia dan tanggung jawab, dan nilai-nilai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya
oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti
perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi
sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga
atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal ini
bisa terjadi karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai moral,
yang sumber dari nilai-nilai moral tersebut adalah pada pandangan hidup
dan pada etos atau sistem etika yang dipunyai oleh setiap manusia.
Kebudayaan dalam kaitannya dengan Ilmu Sosial Budaya Dasar adalah
penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani, tercakup
didalamnya usaha memanusiakan diri didalam alam lingkungan, baik fisik
maupun sosial.
Peradaban sering dipakai untuk menyebut kebudayaan yang mempunyai sistem
teknologi, seni bangunan, seni rupa, dll. Peradaban hanya menekankan
pada unsur nurani di dalam budaya timur, mengapa perbedaan ini terjadi,
hal itu dikarenakan sudut pandang antara orang Timur dan orang Barat
yang sama sekali berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar