Perkembangan Filsafat Ilmu Pada Zaman Klasik
1
Ionia
Tempat Lahirnya Filsafat Barat
Tempat filsafat yunani adalah asia kecil, dan
filsuf-filsuf pertama yunani berasal dari Ionia. Herodotus berpendapat bahwa agama dan kebudayaan Yunani berasal dari Mesir. Menurut
Coppleston sulitlah untuk menjelaskan bahwa para saudagar Mesir mengekspor
pemikiran Mesir ke Yunani. Dan menurut Burnet, Mesir tidak memiliki filsafat,
sebab itu pendapat bahwa filsafat Yunani berasal dari Mesir sulit diterima.
Jadi, filsafat yunani berasal dari yunani sendiri yakni Ionia.
Tapi kenyataan bahwa filsafat yunani berkaitan erat
dengan matematika. Coppleston berpendapat Memang ada kemungkinan besar bahwa matematika yunani
dipengaruhi Mesir dan astronomi Yunani dipengaruhi Babylon, sebab ilmu
pengetahuan dan filsafat Yunani mulai berkembang di daerah yang merupakan
pertemuan barat dan timur. Tapi tidak tepat kalau dikatakan bahwa matematika
ilmiah
Matematika Mesir terdiri dari metode-metode empiris,
kasar dan lengkap untuk memperoleh hasil praktis. Geometri Mesir umumnya
terdiri dari metode-metode praktis untuk mengukur tanah setelah meluapnya
sungai Nil. Tapi Mesir tidak mengembangkan geometri ilmiah, Demikian juga
astronomi Babylon, sebetulnya merupakan astrologi, yakni ilmu nujum bintang.
Sebaliknya orang Yunani mengembangkannya menjadi ilmu astronomi ilmiah. Jadi,
menurut Coppleston, matematika dan astronomi Yunani lahir di Yunani sendiri.
Dengan demikian Yunani adalah tempat asal para pemikir
dan ilmuan asli Eropa. Orang Yunanilah yang pertama-tama mempelajari ilmu
pengetahuan demi ilmu pengetahuan itu sendiri. Mereka mempelajari ilmu
pengetahuan dengan semangat ilmiah, bebas dan tanpa prasangka. Hegel, filsuf
terkenal Jerman, berpendapat bahwa filsafat Yunani sepenuhnya dilakukan dengan
semangat kebebasan ilmiah.
1.1
Masa Pra-Sokrates
Filsafat di masa Pra-Sokrates merupakan tahap pertama
dalam filsafat Yunani. Meskipun bukan merupakan filsafat murni, tetapi ia
merupakan filsafat yang sesungguhnya. Sebaliknya, filsafat Pra-Sokrates
bukannya merupakan unit tertutup yang tidak berhubungan dengan pemikiran filosofis
sesudahnya, tapi merupakan persiapan bagi periode sesudahnya.
Meskipun Plato dan
Aristoteles mengemukakan filsafat yang brilian, keduanya tidak terlepas dari
pengaruh filsafat pra-Sokrates. Plato misalnya, sangat dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran Heracleitos, para filsuf Elea dan Pythagoreanisme. Adapun
filsuf-filsuf yang hidup sebelum masa Sokrates adalah:
a.
Thales
(625-545 SM)
Dalam
sejarah filsafat Thales dijuluki sebagai filsuf Yunani pertama. Dia dalah satu
dari tujuh orang bijak di zamannya (bersama Bias dari Priene, Pittakos dari
Mytilene, Soloon dari Athena, Kleouboulous dari Lindos, Khilon dari Sparta, dan
Priandros dari Korinthos). Thales dalah filsuf dan ilmuwan praktis.
Sebagai
filsuf Thales dan Miletus berusaha menjawab pertanyaan: apa sala usul segala
sesuatu? Menurut Thales, bahan dasar dari segala sesuatu adalah air. Itu
merupakan kesimpulan setelah ia mengamati dominasi peran air di alam dan
kehidupan manusia. Seperti dikatakan Aristoteles, Thales dari hari ke hari
mengamati bahwa kabut member kehidupan bagi segala sesuatu. Bahkan panas itu
sendiri berasal dari kelembaban.
Dia juga
mengamati bahwa segala macam benih mempunyai kodrat kelembaban, dan air
merupakan asal dari hakekat benda-benda yang lembab. Thales mungkin juga dipengaruhi
oleh teologi-teologi kuno, di mana air merupakan obyek komando di kalangan
dewa-dewi.
b.
Anaximandros
(611-545 SM)
Anaximander
juga seorang ilmuwan. Konon, menurut Theophrastus, dia membuat sebuah peta,
yang mungkin digunakan oleh para pelaut Milesia ke laut hitam. Menurut
Theophrastus, Anaximander adalah rekan sejawat Thales, dan nampaknya lebih
muda. Di samping kegiatan ilmiahnya, dia juga mencari jawaban atas pertanyaan
sama yang menggugah Thales. Tapi menurut dia, prinsip pertama dan utama itu
tidak mungkin air seperti yang dikatakan Thales.
Kalau
perubahan, kelahiran dan kematian, pertumbuhan dan kehancuran disebabkan oleh
konflik, maka tak dapat dijelaskan mengapa ada benda-benda lain yang tidak
dapat melebur menjadi air. Maka menurut dia, prinsip pertama dari segala benda
adalah to apeiron (yang berarti substansi yang tak terbatas). To apeiron itu
kekal dan tak dimakan usia, itulah yang merangkum seluruh jagad.
Anaximander
mengajarkan bahwa bumi bukan berbentuk piringan (disc) tapi silinder pendek.
Kehidupan berasal dari laut, dan melalui adaptasi dengan lingkunagn
bentuk-bentk hewan yang sekarang berevolusi.
Tentang
asal usul manusia Anaximander mengatakan bahwa pada mulanya manusia dilahirkan
dari hewan-hewan spesies lain. Hewan-hewan lain, katanya, cepat menemukan
makanan bagi diri mereka sendiri, tapi manusia sendiri membutuhkan waktu yang
panjang untuk menjadi dewasa. Tapi dia tak dapat menjelaskan bagaimana manusia
bias hidup dalam tahap transisi.
Jadi, doktrin
Anaximander merupakan suatu langkah maju dibandingkan Thales. Dia tidak
menunjuk unsure tertentu, tapi konsep to apeiron, yakni substansi tak terbatas.
c.
Anaximenes
(588-524 SM)
Menurut
Anaximenes, prinsip dasar segala sesuatu adalah udara. Kesimpulan ini mungkin
sekali didasarkan pada fakta bahwa manusia hanya bisa hidup kalau bernafas.
Jadi, udara adalah prinsip kehidupan. “Sebagaimana halnya dengan jiwa kita,
yakni udara, mempersatukan kita, demikian juga nafas dan udara merangkul
seluruh dunia,” kata Anaximenes. Jadi udara dalah prinsip dasar (urstoff) dari
dunia.
Udara tak
dapat dibagi, tapi dapat kelihatan dalam proses kondensasi dan perengangan.
Ketika udara menjadi renggang (rarefaction), ia menjadi lebih panas, dan
denderung terbakar menjadi api. Sebaliknya, kalau terjadi kondensasi, ia
menjadi lebih dingin dan menjadi keras. Maka udara berada di antara cincin
nyala dan kedinginan, dengan massa kelembaban di dalamnya.
d.
Pythagoras
(580-500 SM)
Tentang
Pythagoras tidak banyak diketahui. Yang pasti adalah bahwa Pythagoras mendirikan
sebuah tarekat keagamaan di Kroton, Italia selatan, pada paruh kedua abad 6 SM.
Pythagoras sendiri dilahirkan di Samos, masih daerah Ionia. Iamblicus, salah
satu sumber untuk mengetahui Pythagoras, menyebut Pythagoras antara lain
sebagai “pemimpin dan bapak filsafat Ilahi”. Tapi kisah kehidupan Pythagoras
seperti yang ditulis Iamblicus, porphyries, dan Diogenes Laertius dinilai
sebagai roman dan bukan catata sejarah.
Ajaran
tentang bilangan merupaka ajaran Pythagoras yang penting. Tapi, di pihak lain filsafat
methematico-metafisik ini sngat sulit dipahami. Yang penting, Pythagoras dan
para pengikutnya sangat terobsesi dengan matematika. Sampai-sampai dikatakan
bahwa Tuhan itu seorang ahli matematika.
Menurut
Pythagoras, prinsip dari segala-galanya adalah matematika. Semua benda dapat
dihitung dengan angka, dan kita dapat mengekspresikan banyak hal dengan
angka-angka. Mereka terpesona oleh kenyataan bahwa interval-interval music
antara dua not pada lyra dapat dinyatakan secara numerik. Seperti halnya harmoni
musik bergantung pada angka, maka harmoni jagad raya juga bergantung pada
angka. Bahkan menurut Pythagoras, benda-benda adalah angka-angka (things are
numbers).
Menurut
Pythagoreanisme, pusat jagad raya adalah api (Hestia). Di sekeliling api itu
beredar kontra bumi (antikhton), bumi, bulan, matahari dan planet lainnya dan
akhirnya langit dengan bintang-bintang tetap. Pythagoreanisme berpandangan
bahwa seluruh langit merupakan suatu tangga nada musik serta bilangan. Ketika
mengelilingi api sentral tiap benda langit mengeluarkan bunyi yang sesuai
dengan tangga nada. Telinga kita sudah terbiasa dengan musik itu, sehinga kita
tak mendengarnya lagi. Dikisahkan bahwa Pythagoras sendiri telah mendengar
music jagad raya itu.